ماذا فعل علي زين العابدين بعد استشهاد أبيه الحسين ؟!

مقطع من محاضرة ضمن سلسلة #إرشادات_السلوك في دار المصطفى بتريم، ليلة الجمعة 9 محرم 1447هـ

 

لمشاهدة المحاضرة كاملة

 

English

He returned to Madinah, he didn’t initiate revolutions, nor beatings, nor sadness.

Ali Zayn Al Abidin..

His brothers were all killed, his cousins were all killed, his relatives were all killed, those from the helpers with Hussain were also killed, his father Hussain was killed!

He returned, who doubts that which his father Hussain loved or his uncle Hassan, his father Ali, his mother Fatima, his grandfather the messenger of Allah ﷺ, is anyone more knowledgeable than him on this? Who doubts this? He knows more than anyone else.

He returned to Madinah, he didn’t initiate revolutions, nor beatings, nor sadness..

He initiated Taqwa (fear of Allah), he initiated steadfastness, he initiated education, he initiated renouncing (of the dunya), he initiated charity, he initiated standing the night in prayer and diving into its secrets, until the light of the Quran and Sunnah beamed from his forehead.

He lowers his gaze from shyness, due to his awe the gazes are lowered** He is not spoken to until he smiles.

When he is seen by Quraish, one of them says** ”From this man’s noble traits is the ultimate generosity”

This path he took is the path taken by the best of the descendants, the best of the companions, their children and grandchildren, it was taken by the best of the servants (of Allah) century upon century.

 

in Indonesian :

Ia kembali ke Madinah; tidak membalas dengan revolusi, tidak membalas dengan kekerasan, tidak juga membalas dengan ratapan kesedihan… Ali Zainal Abidin kembali, padahal semua saudaranya telah terbunuh, semua anak-anak pamannya terbunuh, seluruh kerabatnya pun terbunuh, dan para sahabat Anshar yang masih setia bersama Al-Husain juga telah gugur. Ayahnya, Al-Husain, pun telah syahid.

Namun ia kembali… Dan siapa yang meragukan bahwa apa yang dicintai oleh ayahnya Al-Husain, pamannya Al-Hasan, kakeknya Ali, ibunya Fatimah, dan kakek buyutnya Rasulullah ﷺ, lebih ia pahami dan ia kenali dibandingkan orang lain? Siapa yang bisa meragukannya? Ia lebih tahu tentang cinta mereka daripada siapa pun.

Ia kembali ke Madinah; tidak memperbaiki dengan pemberontakan, tidak dengan pukulan, tidak dengan air mata… Tapi ia memperbaiki dengan ketakwaan, dengan istiqamah, dengan mengajar, dengan kezuhudan, dengan memberi (infaq), dengan shalat malam, dengan membaca Al-Qur’an dan mendalami maknanya — hingga cahaya Al-Qur’an dan Sunnah tampak jelas pada wajah dan dahinya.

Ia menundukkan pandangan karena rasa malu, dan orang-orang pun menunduk karena wibawanya. Ia tidak berbicara, kecuali dengan senyuman.

Jika Quraisy melihatnya, mereka akan berkata: “Pada orang ini, kemuliaan mencapai puncaknya.”

Jalan hidup seperti inilah yang ditempuh oleh orang-orang terbaik dari keluarga Nabi (Ahlul Bait), para sahabat, anak-anak mereka, dan cucu-cucu mereka, serta para hamba Allah pilihan dari generasi ke generasi.

 

 

تاريخ النشر الهجري

14 مُحرَّم 1447

تاريخ النشر الميلادي

09 يوليو 2025

مشاركة

اضافة إلى المفضلة

كتابة فائدة متعلقة بالمادة

العربية